
Dalam kehampaan kosmos yang tak terhingga, saat langit-langit malam tidak lagi memberikan ketenangan tetapi justru menjadi cerminan dari krisis bumi yang sekarat, hadir sebuah kisah yang membungkus harapan umat manusia pada satu titik kecil di antara bintang-bintang: Bulan. Deliver Us The Moon adalah sebuah game yang tak hanya berbicara tentang petualangan dan teknologi masa depan, tetapi lebih jauh dari itu — ia adalah kisah tentang keputusasaan, pengorbanan, dan secercah harapan terakhir.
Pada akhir abad ke-21, dunia berada dalam ambang kehancuran. Bumi telah menjadi tempat yang tak lagi ramah bagi kehidupan. Perubahan iklim melaju tak terkendali, sumber daya habis, dan negara-negara yang dulunya berkuasa kini hanya bayangan dari kejayaannya. Umat manusia menghadapi kenyataan pahit bahwa mereka telah menghancurkan rumah satu-satunya yang mereka miliki.

Namun dari reruntuhan harapan itu, muncul sebuah solusi yang tampak menjanjikan. Para ilmuwan menemukan bahwa Helium-3, sebuah isotop yang sangat langka namun kaya akan energi, dapat ditambang di Bulan. Sebuah proyek besar pun diluncurkan: World Space Agency (WSA), dengan misi mengirimkan koloni dan fasilitas di Bulan untuk menambang Helium-3 dan mengirimkannya ke Bumi melalui sistem transmisi energi luar angkasa bernama Microwave Power Transmission (MPT).
Untuk beberapa waktu, sistem itu berjalan dengan baik. Dunia perlahan stabil kembali. Tapi pada suatu malam, tanpa peringatan, koneksi dengan koloni Bulan terputus. MPT berhenti mentransmisikan energi. Seluruh dunia kembali terguncang, dan WSA kehilangan kontak dengan semua personel di luar angkasa. Tidak ada penjelasan. Tidak ada sinyal. Hanya keheningan.
Bertahun-tahun berlalu. Harapan sirna. WSA pun dibubarkan. Tetapi di antara mereka yang tersisa, masih ada yang tidak menyerah. Dalam bayang-bayang kehancuran global, seorang astronot tanpa nama — kamu, sang pemain — bersiap untuk menjalankan misi terakhir, misi yang tampak mustahil: melakukan perjalanan seorang diri ke Bulan dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di sana.

Game ini membuka dengan suasana yang sepi dan mencekam. Kamu berdiri sendirian di hanggar tua, mempersiapkan roket terakhir yang tersedia. Tidak ada keramaian tim ilmuwan, tidak ada upacara peluncuran. Hanya kamu, mesin tua, dan rasa tanggung jawab yang berat. Ini bukan hanya tentang bertahan hidup — ini tentang menyelamatkan umat manusia.
Saat kamu mengendalikan roket, game ini menyuguhkan sensasi luar biasa dari atmosfer peluncuran yang sunyi tapi tegang. Tidak ada musik heroik, hanya suara mesin dan deru api. Begitu roket melesat menembus langit, dunia di bawahmu menghilang, dan kamu pun memasuki kehampaan luar angkasa yang gelap dan sunyi.
Perjalananmu menuju Bulan bukan sekadar lintasan fisik, melainkan juga simbol dari tekad manusia yang tak padam. Setibanya di stasiun luar angkasa yang mengorbit Bulan, kamu mulai menjelajahi fasilitas-fasilitas yang terbengkalai. Jejak-jejak kehidupan yang pernah ada kini hanya tinggal catatan digital dan rekaman holografik. Melalui file-file tersebut, kamu mulai membangun kembali kisah tragis yang terjadi di sana.

Ternyata, masalah di Bulan bukan hanya kerusakan teknis. Ada konflik, pengkhianatan, dan keputusasaan. Para ilmuwan dan teknisi yang tinggal di koloni Bulan menghadapi dilema moral yang mengerikan. Persediaan semakin menipis, komunikasi dengan Bumi terganggu, dan sistem energi utama mulai tidak stabil. Dalam menghadapi kehancuran, manusia diuji pada batas kemanusiaannya.
Salah satu karakter penting yang kamu temui melalui rekaman adalah Isaac Johanson, kepala ilmuwan proyek MPT. Ia adalah tokoh yang memiliki pandangan keras, tetapi juga memiliki cinta mendalam pada anak perempuannya, Claire. Isaac harus membuat keputusan sulit: apakah ia akan tetap mengikuti perintah dari WSA, atau mengambil tindakan drastis untuk menyelamatkan keluarganya dan mungkin juga seluruh umat manusia?
Melalui potongan-potongan informasi, kamu menyadari bahwa keputusan Isaac dan timnya menyebabkan sistem MPT dimatikan secara sengaja — bukan karena sabotase, tapi karena rasa takut akan penyalahgunaan teknologi dan ketidakmampuan Bumi untuk menggunakannya secara adil. Beberapa pihak percaya bahwa jika energi Helium-3 terus mengalir ke Bumi, hanya segelintir negara yang akan mendapatkannya, sementara yang lain dibiarkan mati perlahan.

Dalam eksplorasi ini, kamu tidak hanya melawan waktu dan kerusakan sistem, tetapi juga melawan keterbatasan manusia sebagai makhluk sosial. Tidak ada musuh yang menembak. Tidak ada monster. Musuhmu adalah sepi, waktu, dan ketidakpastian.
Visual dalam game ini memberikan pengalaman sinematik yang mendalam. Dari permukaan Bulan yang gersang dan luas, hingga interior fasilitas yang sunyi dan gelap, semuanya dibangun dengan detail yang menakjubkan. Kamu akan merasa benar-benar sendiri, tapi justru dari situ muncul kekuatan emosionalnya. Setiap pintu yang kamu buka, setiap data yang kamu temukan, membawa kamu lebih dekat pada kebenaran — dan lebih dalam pada perasaan kesepian, nostalgia, dan tanggung jawab.
Ada juga unit robot kecil bernama ASE (All-Seeing Eye) yang menjadi temanmu selama menjelajah. Meski tidak bisa bicara, ASE memberikan kehangatan yang subtil — pengingat bahwa kamu tidak sepenuhnya sendirian.

Gameplay-nya mencampur elemen puzzle, eksplorasi, dan narasi. Tantangan utama bukan pada pertarungan, tapi pada bagaimana kamu memecahkan teka-teki lingkungan, menemukan jalan keluar dari ruang tanpa oksigen, atau memperbaiki sistem yang rusak agar kamu bisa melanjutkan misi.
Semakin jauh kamu menjelajah, semakin jelas bahwa ini bukan sekadar misi penyelamatan teknologi — tapi penyelamatan kemanusiaan. Isaac dan para ilmuwan lainnya bukan penjahat. Mereka adalah orang-orang yang mencoba melakukan hal yang benar dalam kondisi yang mustahil.
Akhir game membawa pemain pada titik emosional yang dalam. Kamu berhasil mengaktifkan kembali sistem MPT. Cahaya dari Bulan kembali mengalir ke Bumi. Tapi dalam proses itu, kamu harus mengorbankan komunikasi dengan dunia. Kamu tidak tahu apakah akan bisa kembali. Kamu hanya bisa berharap bahwa pengorbananmu tidak sia-sia.

Judul game ini, Deliver Us The Moon, bukan hanya berarti “antar Bulan kepada kami” secara fisik, tetapi juga permohonan dari umat manusia: “Selamatkan kami.” Dan kamu, seorang astronot tunggal tanpa nama, menjadi simbol dari jawaban atas permohonan itu.
Game ini menawarkan refleksi mendalam tentang teknologi, ekologi, dan tanggung jawab kolektif manusia. Ia mengajukan pertanyaan: Apakah kita layak diselamatkan? Dan siapa yang berhak membuat keputusan besar untuk seluruh umat manusia?
Dengan atmosfer yang kuat, narasi emosional, dan desain visual yang memukau, Deliver Us The Moon adalah lebih dari sekadar game. Ia adalah sebuah pengalaman kontemplatif, semacam surat cinta kepada kemanusiaan, dan sekaligus peringatan akan harga dari keacuhan kita terhadap planet ini.

Dalam kesunyian luar angkasa, kamu akan menemukan suara hati manusia. Dalam kehampaan Bulan, kamu akan menemukan makna dari harapan. Dan dalam perjalanan tunggalmu, kamu akan menjadi pembawa terang bagi dunia yang nyaris padam.
