
Kabut tipis menyelimuti jalanan berbatu kota Yharnam. Aroma busuk darah dan daging terbakar menggantung di udara seperti kutukan yang tak bisa dihapus. Di balik setiap pintu tertutup, doa-doa dipanjatkan kepada dewa-dewa yang tak pernah menjawab. Dan di antara lorong-lorong kelam, hanya satu suara yang tetap bergema — suara langkah seorang Hunter.

Namaku tidak penting. Mereka memanggilku “Pemburu Bayangan”, karena aku datang saat malam tergelap, dan pergi sebelum cahaya mentari yang tak pernah tiba di Yharnam. Aku tiba di kota ini bukan karena keinginan, melainkan kebutuhan. Penyakit darah telah menjalar ke seluruh negeri, dan Yharnam — kota yang katanya memiliki “obat” — menjadi satu-satunya harapan bagi mereka yang terinfeksi.
Aku pun datang, seperti ribuan lainnya. Tapi tak seperti mereka, aku selamat.
Bab I: Darah dan Permulaan

Aku terbangun di klinik Iosefka, aroma cairan disinfektan dan besi memenuhi paru-paruku. Seorang lelaki tua, dengan suara parau dan tangan gemetar, memberiku darah transfusi. “Untuk menjadi seorang Hunter,” katanya. “Kau harus mengikatkan diri pada mimpi.”
Lalu gelap menelanku.
Saat aku membuka mata, dunia telah berubah. Klinik itu penuh dengan suara-suara bisikan, dan makhluk tak bernama merayap di dinding. Tapi saat aku mengangkat tanganku, aku tahu — aku telah diikat pada sesuatu yang lebih besar dari kehidupan: Mimpi Hunter.
Senjata diberikan padaku — gergaji bergerigi dan pistol perak. “Sambutlah malam panjang,” gumam suara dari kursi roda, milik seorang lelaki tua bernama Gehrman. Ia menyebut dirinya penjaga mimpi. Aku, katanya, telah menjadi salah satu dari mereka — pemburu malam.

Bab II: Yharnam yang Terkutuk
Kota Yharnam bagaikan bangkai yang masih hidup. Jalanannya dipenuhi warga yang telah berubah menjadi monster — Beast dengan cakar, taring, dan mata penuh amarah. Mereka tak lagi mengenali siapa pun. Bahkan keluarga mereka pun diterkam tanpa ampun.
Tapi di balik teror itu, ada rasa… keteraturan. Seolah-olah ini bukan kekacauan, tapi ritual. Sebuah pengorbanan massal kepada entitas yang tak kasat mata.
Aku berburu setiap malam. Setiap Beast yang kutebas, darahnya menjadi bagian dari diriku. Tapi semakin banyak darah yang kutelan, semakin kabur batas antara manusia dan monster dalam diriku.

Dan di atas langit, bulan merah terus mengawasi, tak pernah berpaling.
Bab III: Rahasia di Balik Gereja
Para pendeta dari Healing Church — organisasi penyembuh berdarah suci — menyembunyikan lebih banyak rahasia daripada yang mereka nyatakan. Katanya mereka meneliti darah suci dari entitas purba bernama Great Ones.
Aku menemukan altar tersembunyi di bawah Katedral. Di sana, bukan doa yang dikumandangkan, tapi nyanyian dalam bahasa asing, menyerupai seruan makhluk dari laut terdalam. Mereka menyuntikkan darah makhluk itu ke dalam tubuh manusia, dan menamainya evolusi.
Tapi hasilnya bukan dewa — melainkan aborsi kosmis. Manusia yang berevolusi menjadi Amigdala, Celestial Emissary, atau makhluk-makhluk mengerikan yang tak bisa dijelaskan dengan kata.

Bab IV: Hunter dan Mimpi Buruk
Setiap kali aku mati, aku kembali ke Mimpi Hunter — tempat netral yang menghubungkan semua Hunter dalam keberadaan lintas waktu dan realitas. Di sana, boneka hidup bernama The Doll menyambutku dengan kata lembut dan kasih sayang yang aneh, tak manusiawi.
“Aku di sini untuk melayanimu, Tuan Hunter,” katanya, dengan senyum kosong.
Gehrman mulai berubah. Rambutnya memutih sepenuhnya, dan kata-katanya mulai kabur antara mimpi dan kenyataan. Ia bilang, “Jika kau ingin bebas, maka bangunkan dirimu dari mimpi ini. Tapi ingat, tidak semua mimpi ingin kau akhiri.”

Bab V: Bayi Dewa dan Bulan Penuh
Rumor tentang bayi menangis di bawah tanah menjadi kenyataan saat aku memasuki desa yang hilang — Yahar’gul. Di sana, di dalam reruntuhan ritual, kulihat mereka menyembah sesuatu. Sebuah bentuk tak kasat mata, namun keberadaannya membebani pikiranku.
Mergo, nama itu bergema di kepalaku. Bayi dari Great One yang tak pernah memiliki ibu, namun terus menangis, mencari bentuk kasih sayang yang tak akan pernah datang.
Saat bulan merah menggantung di langit sepenuhnya, tirai realitas robek. Dunia berubah. Mata-mata tak terlihat kini muncul, dan makhluk-makhluk yang dulunya hanya bisa kurasakan kini memperlihatkan bentuk sejatinya.

Aku sadar: bukan aku yang berburu mereka, tapi mereka yang mengamatiku — sejak awal.
Bab VI: Gehrman dan Pilihan Terakhir
Akhirnya aku kembali ke taman di Mimpi Hunter. Bunga putih bermekaran di tengah malam, dan Gehrman berdiri menungguku. Ia mengangkat sabitnya, dan berkata dengan suara lirih, “Izinkan aku membebaskanmu dari mimpi ini.”
Tapi aku menolak.
Pertarungan kami berlangsung lama, denting logam melawan bulan, darah menodai bunga putih, hingga akhirnya Gehrman tersungkur.

Lalu Moon Presence turun — entitas kosmis yang selama ini mengikat kami semua ke dalam mimpi. Ia mencoba menelan jiwaku, menekanku menjadi pengganti Gehrman. Tapi darah yang telah kukumpulkan… telah mengubahku.
Aku bukan lagi manusia.
Aku berubah menjadi sesuatu yang lain. Tidak lagi Hunter… melainkan Great One. Seperti bayi yang baru lahir, aku dipegang oleh The Doll yang kini memandangku dengan rasa hormat.
“Selamat datang, anak kecil. Mimpi baru telah dimulai.”
Epilog: Lingkaran Tak Pernah Berakhir

Dunia Bloodborne adalah mimpi dalam mimpi. Tidak ada yang benar-benar bangun. Setiap Hunter yang datang akan mengalami hal yang sama — siklus darah, pemburuan, kegilaan, dan akhirnya transformasi.
Yharnam tetap terkunci dalam malam abadi. Tapi sesekali, seorang pengembara baru akan tiba, dengan harapan dalam hatinya dan senjata di tangannya.
Dan di kejauhan, di atas atap gereja, bayangan Hunter berikutnya berdiri. Matanya menatap bulan, dan langkahnya mulai mengukir takdir baru.

Kata Penutup
Darah adalah kutukan sekaligus berkah. Dalam dunia Bloodborne, tidak ada pahlawan — hanya korban yang menolak untuk jatuh. Mimpi Hunter adalah metafora akan pencarian manusia atas pemahaman yang melampaui batas nalar. Tapi seperti semua kisah Lovecraftian, jawaban bukanlah keselamatan — melainkan kegilaan.
Apakah kau siap untuk masuk ke mimpi?
Atau mungkin… kau sudah di dalamnya.
