
Dalam dunia game aksi dan roguelike, Sword of the Necromancer adalah salah satu judul indie yang mencuri perhatian berkat konsep uniknya: membangkitkan musuh yang telah dikalahkan untuk bertarung di pihak pemain. Dirilis pertama kali pada Januari 2021 oleh Grimorio of Games, game ini menyajikan perpaduan antara dungeon crawler, elemen RPG, dan kisah cinta yang emosional. Terlepas dari tampilannya yang sederhana dan grafik bergaya pixel-art, Sword of the Necromancer menawarkan pengalaman bermain yang dalam dan penuh kejutan.
Cerita: Cinta dan Kematian
Kisah Sword of the Necromancer berpusat pada Tama, seorang mantan bandit yang ditugaskan untuk menjaga seorang pendeta muda bernama Koko. Namun seiring waktu, hubungan mereka berkembang menjadi lebih dalam dari sekadar pelindung dan yang dilindungi. Ketika Koko meninggal dalam sebuah perjalanan berbahaya, Tama bertekad untuk membawanya kembali ke dunia—tak peduli apa pun risikonya. Ia pun mencari Sword of the Necromancer, sebuah pedang legendaris yang konon bisa membangkitkan orang mati.
Cerita ini menjadi benang merah sepanjang permainan dan memberikan kedalaman emosional yang kuat. Narasi dibangun melalui cutscene, monolog batin, dan kilas balik, sehingga pemain benar-benar merasakan perjuangan Tama melawan nasib dan rasa kehilangan.
Gameplay: Dungeon Crawler dengan Twist Kebangkitan
Secara mekanik, Sword of the Necromancer adalah game roguelike dungeon crawler. Pemain menjelajahi dungeon yang berubah-ubah setiap kali bermain (procedurally generated), melawan berbagai musuh, mengumpulkan loot, dan mencoba bertahan hidup sebanyak mungkin. Namun yang membuat game ini berbeda adalah kemampuan Tama untuk membangkitkan musuh yang sudah dikalahkan dan menggunakannya sebagai sekutu.
Dengan menggunakan pedang necromancer, pemain bisa memanggil kembali hingga empat musuh sebagai petarung yang akan membantu dalam pertarungan. Setiap musuh memiliki kemampuan berbeda—mulai dari menyerang jarak dekat, menggunakan sihir, hingga memberikan dukungan. Ini membuka kemungkinan strategi yang beragam, tergantung dari musuh yang berhasil ditaklukkan dan dibangkitkan.
Selain itu, Tama juga bisa menggunakan berbagai senjata dan item. Game ini menggunakan sistem inventory yang cukup terbatas, sehingga pemain harus membuat pilihan taktis tentang apa yang akan dibawa—senjata, monster peliharaan, atau item penyembuh.
Roguelike dengan Elemen Roguelite
Seperti banyak game roguelike lainnya, kematian adalah bagian tak terpisahkan dari Sword of the Necromancer. Jika Tama mati, pemain akan kehilangan sebagian besar progres—termasuk level dan monster peliharaan. Namun ada elemen roguelite yang membuat permainan tidak terlalu menghukum: pemain bisa membuka upgrade permanen lewat sistem Recollection, di mana pengalaman dari percobaan sebelumnya bisa digunakan untuk memperkuat Tama di perjalanan berikutnya.
Game ini juga memberikan opsi local co-op, sehingga dua pemain bisa bertualang bersama, dengan satu pemain mengontrol Tama dan satu lagi mengendalikan monster yang dipanggil.
Gaya Visual dan Musik
Meskipun menggunakan grafis pixel 16-bit yang sederhana, Sword of the Necromancer tampil memikat. Desain karakternya ekspresif, animasi serangan terasa mulus, dan efek visual saat membangkitkan monster memberikan kesan magis yang kuat. Gaya seni ini terasa nostalgik, mengingatkan pada era SNES, namun tetap relevan dengan sentuhan modern.
Musiknya juga menjadi sorotan. Soundtrack garapan Manu Herrero memberikan nuansa gelap, misterius, sekaligus emosional yang pas dengan tema permainan. Lagu-lagu latarnya mampu memperkuat atmosfer dungeon dan momen-momen naratif yang menyentuh.
Kritik dan Kelebihan
Meski menghadirkan ide yang menarik, Sword of the Necromancer tidak lepas dari kekurangan. Beberapa pemain mengeluhkan kontrol yang terasa kaku, terutama dalam pertempuran cepat. AI monster yang dipanggil juga kadang kurang responsif atau tidak seefektif yang diharapkan.
Sistem progresinya juga bisa terasa monoton setelah beberapa jam bermain. Variasi musuh dan senjata tidak terlalu banyak, sehingga pengalaman bermain bisa mulai repetitif. Namun bagi pemain yang menyukai tantangan roguelike dan kisah karakter-driven, game ini tetap memberikan banyak hal yang bisa dinikmati.
Dukungan dan Konten Tambahan
Grimorio of Games terus mendukung Sword of the Necromancer pasca perilisannya dengan patch dan konten tambahan. Bahkan, mereka mengumumkan sekuelnya, Sword of the Necromancer: Revenant, yang membawa gameplay ke arah action-RPG 3D dengan elemen taktik dan sistem kota sebagai basis.
Sekuel ini menjadi bukti bahwa konsep orisinal game pertama diterima baik oleh komunitas, dan bahwa pengembang mendengarkan feedback pemain.
Kesimpulan
Sword of the Necromancer adalah contoh menarik bagaimana game indie bisa menghadirkan inovasi dalam genre yang sudah cukup padat. Dengan mekanik membangkitkan musuh sebagai sekutu, narasi cinta dan kehilangan yang menyentuh, serta estetika retro yang menawan, game ini berhasil menciptakan identitasnya sendiri.
Walau memiliki beberapa kekurangan teknis dan konten yang bisa diperluas, Sword of the Necromancer tetap layak dimainkan, terutama bagi penggemar dungeon crawler dan cerita emosional. Ini bukan hanya soal bertarung melawan monster—tapi juga soal harapan, pengorbanan, dan cinta yang melampaui kematian.