DOOM: The Dark Ages – Kebangkitan Slayer di Era Kegelapan
Setelah kesuksesan DOOM (2016) dan DOOM Eternal, banyak yang bertanya-tanya ke mana arah seri brutal ini akan melangkah selanjutnya. id Software akhirnya menjawab dengan sesuatu yang tidak banyak orang prediksi: DOOM: The Dark Ages — sebuah prekuel ambisius yang membawa kita ke masa lampau, sebelum Doom Slayer menjadi legenda yang dikenal di dua game sebelumnya.
Game ini bukan sekadar tambahan dari formula lama. Ia adalah interpretasi ulang tentang siapa sang Slayer sebenarnya, mengapa ia diciptakan, dan bagaimana peperangan antara manusia, neraka, dan kekuatan surgawi dimulai. Dan semuanya dikemas dalam dunia abad kegelapan yang suram, berdarah, dan megah.
1. Kembali ke Akar, Tapi Berbeda
Selama bertahun-tahun, seri DOOM dikenal sebagai pelopor game tembak-menembak cepat dengan aksi brutal dan intens. Namun The Dark Ages mengambil pendekatan yang sedikit berbeda. Jika DOOM Eternal seperti simfoni kekacauan futuristik dengan jetpack, plasma, dan teknologi super, maka The Dark Ages adalah kebalikannya — dunia dingin penuh besi, darah, dan sihir gelap.
Game ini menempatkan Doom Slayer di masa ketika dunia belum mengenal senjata otomatis atau teknologi canggih. Ia bukan prajurit lapis baja dari masa depan, melainkan kesatria legendaris yang diciptakan sebagai senjata para dewa untuk melawan invasi Neraka pertama kali. Semua yang kita tahu tentang Slayer – kekuatannya, kebenciannya, dan amarah abadi – berakar dari masa ini.
2. Cerita: Lahirnya Legenda
Plot DOOM: The Dark Ages dimulai ketika dunia manusia berada di ambang kehancuran. Pasukan iblis menembus dimensi mortal, membakar kerajaan, dan menjerumuskan umat manusia ke dalam era gelap yang sesungguhnya. Dari reruntuhan perang ini, lahirlah seorang pejuang — Doom Slayer — bukan dari darah bangsawan, melainkan dari penderitaan dan amarah.
Alih-alih kisah pahlawan klise, narasi game ini lebih menyoroti konflik batin antara tugas ilahi dan kehendak bebas. Sang Slayer bukan hanya mesin pembunuh; ia makhluk yang diciptakan, digunakan, dan akhirnya memberontak terhadap kekuatan yang mencoba mengendalikannya.
Cerita disampaikan melalui potongan sinematik, mural kuno, dan interaksi dengan karakter pendukung seperti penyihir suci, panglima perang, hingga makhluk surgawi yang menyembunyikan rahasia masa lalu. Walau DOOM bukan dikenal karena ceritanya, kali ini id Software tampak memberi perhatian lebih pada dunia dan mitologinya.
3. Dunia dan Atmosfer
Sesuai judulnya, The Dark Ages menghadirkan suasana abad pertengahan yang gelap dan kejam. Bayangkan kastil raksasa berlumur darah, reruntuhan kerajaan yang diserbu iblis, dan dataran tandus penuh jasad prajurit. Namun, gaya visualnya bukanlah “fantasy lembut” ala game RPG. Ini adalah dunia DOOM — penuh daging, besi, api, dan kehancuran.
Lingkungan di setiap level dirancang dengan detail ekstrem. Kamu akan bertempur di dalam benteng batu yang diserbu Neraka, hutan gothic yang diselimuti kabut, dan altar para dewa yang menjulang dengan arsitektur tak manusiawi. Masing-masing area punya gaya bertarung tersendiri dan musuh unik yang menyesuaikan dengan lingkungannya.
Game ini juga lebih sinematik. Potongan kamera, pencahayaan api, dan suara besi beradu membuat setiap pertarungan terasa seperti upacara brutal di dunia kuno. Atmosfernya berat, tapi indah — kombinasi antara horor, epik, dan estetika klasik DOOM.
4. Evolusi Gameplay
Walau secara garis besar The Dark Ages masih mempertahankan formula “tembak dan hancurkan segalanya”, sistem gameplay-nya mengalami perubahan besar.
a. Gaya Bertarung Lebih Berat dan Metodis
Jika di DOOM Eternal kamu melompat, berlari, dan berpindah-pindah arena seperti ninja dengan senjata futuristik, maka di The Dark Ages kamu akan merasa lebih “berat”. Doom Slayer kali ini digambarkan seperti tank hidup — setiap langkahnya mengguncang tanah, setiap ayunan senjatanya menghancurkan armor iblis.
Kecepatan tetap tinggi, tapi bukan karena mobilitas super, melainkan karena intensitas kontak jarak dekat. Kamu harus menakar waktu, menangkis serangan, dan mengeksekusi lawan dengan presisi. Sensasinya seperti perpaduan antara God of War dan DOOM Eternal.
b. Senjata Baru: Shield-Saw
Salah satu fitur paling mencolok adalah Shield-Saw — perisai yang juga berfungsi sebagai gergaji berputar. Senjata ini memungkinkan pemain untuk menangkis proyektil, memantulkan serangan, sekaligus mencincang musuh di jarak dekat.
Sistem parry menjadi bagian penting: jika kamu menangkis tepat waktu, kamu bisa langsung membunuh musuh dengan serangan balik. Ini menambah elemen taktis baru di tengah kegilaan khas DOOM.
c. Senjata Kuno, Tapi Brutal
Selain Shield-Saw, Doom Slayer kini menggunakan berbagai senjata bergaya abad pertengahan — seperti Flail of Perdition (bola besi berduri raksasa), Skullcrusher Cannon (meriam yang menembakkan tulang dan darah), dan Hellbolt Crossbow, busur energi neraka yang menembus barisan musuh.
Namun, jangan khawatir — Super Shotgun tetap hadir. Kali ini tampil dengan desain gothic, lengkap dengan ukiran tengkorak dan mekanisme logam tua yang memuntahkan dua peluru neraka setiap kali ditembakkan.
d. Kendaraan & Makhluk Raksasa
Beberapa bagian game menghadirkan skala pertempuran yang jauh lebih besar dari seri sebelumnya. Ada momen di mana Doom Slayer mengendarai naga baja bersayap api, membakar pasukan iblis dari udara, atau mengendalikan mech raksasa untuk menghancurkan menara neraka.
Segmen-segmen ini menambah variasi gameplay, membuat pemain tidak hanya terpaku pada pertempuran arena tetapi juga pengalaman sinematik berskala epik.
5. Desain Musuh dan Bos
Musuh di The Dark Ages tetap mempertahankan identitas brutal DOOM, tapi kali ini dengan sentuhan abad pertengahan. Ada iblis berbaju zirah, kesatria neraka yang membawa pedang api, serta makhluk raksasa menyerupai naga dari dimensi neraka.
Beberapa jenis musuh klasik juga kembali, seperti Cacodemon, Baron of Hell, dan Mancubus, namun dengan desain baru — lebih menyeramkan dan lebih organik.
Setiap level diakhiri dengan pertempuran bos yang sangat megah. Beberapa bos digambarkan sebagai dewa-dewa palsu yang menciptakan Doom Slayer untuk kepentingan mereka sendiri. Pertarungan melawan mereka bukan hanya ujian refleks, tapi juga bagian dari narasi yang menjelaskan asal-usul sang Slayer.
6. Visual dan Teknologi
Game ini dibangun dengan mesin grafis terbaru id Software yang menghasilkan kualitas visual luar biasa. Efek cahaya dari api, pantulan darah di logam, serta deformasi tubuh musuh ketika terkena senjata benar-benar memukau.
Animasi kill (glory kill) kini jauh lebih variatif dan detail. Doom Slayer bisa mencabut kepala iblis lalu menggunakannya sebagai senjata, menghancurkan dada musuh dengan perisainya, atau memotong mereka menjadi dua dengan kilatan api. Semua dilakukan dengan kecepatan tinggi tanpa kehilangan performa.
Performa game juga stabil di 60–120 FPS tergantung platform, menunjukkan bahwa optimisasi idTech masih menjadi salah satu yang terbaik di industri. Musik metal yang garang kembali menjadi jantung permainan — riff gitar berdentum seiring darah yang muncrat ke layar.
7. Suara dan Musik
Soundtrack The Dark Ages adalah salah satu elemen paling menonjol. Menggabungkan heavy metal dengan paduan suara bergaya Gregorian, musiknya terasa seperti ritual berdarah di dalam katedral raksasa. Ketika pertempuran dimulai, suara distorsi dan drum menghentak membuat adrenalin meningkat.
Efek suara juga luar biasa detail. Dari derak besi perisai, raungan iblis di kejauhan, hingga dengungan senjata energi, semua terasa nyata dan menggetarkan. Bagi pemain yang menggunakan headset surround, pengalaman audio ini benar-benar imersif.
8. Sistem Kesulitan dan Aksesibilitas
The Dark Ages tetap menawarkan berbagai tingkat kesulitan dari mode “Normal” hingga “Ultra-Nightmare”. Namun kali ini, developer menambahkan opsi aksesibilitas untuk membantu pemain baru.
Ada pengaturan kecepatan game, bantuan timing parry, serta mode latihan khusus untuk mempelajari pola musuh tanpa tekanan. id Software tampaknya ingin menjadikan game ini tetap brutal, tapi tidak eksklusif hanya untuk veteran DOOM.
9. Tema dan Filosofi
Di balik kekerasan dan darah, The Dark Ages sebenarnya membawa tema yang cukup filosofis. Game ini menanyakan: apa arti kekuatan tanpa arah? Doom Slayer bukanlah pahlawan atau penjahat — ia adalah alat perang yang diciptakan oleh makhluk yang lebih besar, lalu menolak nasibnya sendiri.
Kisah ini juga menggambarkan bagaimana “kekudusan” bisa berubah menjadi tirani. Para dewa yang menciptakan Slayer awalnya digambarkan suci, namun ternyata memiliki ambisi menguasai dunia fana. Slayer akhirnya memilih melawan segalanya — neraka, surga, bahkan para dewa — demi kehendak bebas.
Tema ini memberi bobot emosional baru pada seri DOOM, yang selama ini dikenal lebih karena aksi ketimbang narasi.
10. Mode dan Konten Tambahan
Walau fokus utama ada pada kampanye solo, The Dark Ages juga menghadirkan beberapa mode tambahan.
- Arena Challenge: Mode bertahan hidup di mana pemain menghadapi gelombang musuh tanpa henti dengan sumber daya terbatas.
- Trial of the Gods: Mode waktu di mana pemain diuji menyelesaikan level dengan kombinasi senjata tertentu.
- Customization: Doom Slayer kini bisa disesuaikan dari segi armor, warna, dan efek kill animasi — bukan kosmetik ringan, tapi perubahan visual penuh yang memengaruhi gaya bertarung.
Tidak ada mode multiplayer besar-besaran seperti di Doom Eternal, tapi beberapa elemen kompetitif kecil tetap hadir lewat leaderboard global dan tantangan mingguan.
11. Keunggulan Utama
- Desain Dunia Unik – Dunia abad kegelapan yang kelam dan berdarah menawarkan suasana baru tanpa kehilangan DNA DOOM.
- Sistem Parry dan Shield – Menambah kedalaman gameplay tanpa mengurangi kecepatan dan brutalitas khasnya.
- Visual dan Audio Kelas Dunia – Grafis realistis, pencahayaan sinematik, dan musik metal epik menciptakan atmosfer mendalam.
- Narasi Menarik – Prekuel yang mengungkap asal-usul Doom Slayer dengan cara yang epik dan tragis.
- Optimisasi Hebat – Performa tinggi di semua platform tanpa loading lama.
12. Kekurangan atau Potensi Masalah
- Mobilitas Lebih Lambat – Beberapa pemain mungkin merasa kehilangan sensasi “parkour neraka” dari Doom Eternal.
- Fokus Cerita yang Lebih Berat – Pemain yang hanya ingin aksi nonstop mungkin kurang suka dengan potongan naratif yang lebih sering.
- Tidak Ada Multiplayer Besar – Fans mode Battlemode mungkin merasa kecewa dengan absennya fitur itu.
- Tingkat Kesulitan Tidak Seimbang di Awal – Beberapa laporan awal menyebutkan lonjakan kesulitan yang tajam di misi-misi pertama.
Namun secara keseluruhan, kekurangan tersebut relatif kecil dibanding ambisi besar yang dicapai game ini.
13. Kesimpulan: Doom Slayer Lahir Kembali
DOOM: The Dark Ages adalah bukti bahwa id Software masih tahu cara membuat FPS yang terasa segar, keras, dan memuaskan. Ia bukan sekadar prekuel — tapi transformasi. Game ini menunjukkan sisi lain dari Slayer: bukan sekadar pembunuh iblis, melainkan makhluk mitologis yang menolak menjadi boneka para dewa.
