Seputar Dunia Game

Sword of the Sea adalah game petualangan bergaya artistik yang dikembangkan sekaligus diterbitkan oleh Giant Squid pada tahun 2025. Dalam permainan ini, pemain berperan sebagai Wraith, sosok misterius yang menjelajahi dunia gurun luas menggunakan pedang melayang — alat yang berfungsi sekaligus sebagai kendaraan untuk berselancar di lautan pasir. Tujuan utamanya adalah membangkitkan kembali keindahan dan kehidupan dari gurun yang telah lama mati.

Game ini resmi dirilis pada 19 Agustus 2025 untuk PlayStation 5 dan Windows, menandai kembalinya Giant Squid dengan pengalaman visual yang puitis dan atmosferik, khas studio di balik Abzû dan The Pathless.

Permainan

Dalam Sword of the Sea, pemain berperan sebagai Wraith, sosok pengembara yang melintasi dunia sunyi dan tandus dengan misi menghidupkan kembali alam yang telah mati. Wraith bergerak menggunakan hoversword, perpaduan unik antara papan seluncur, papan luncur salju, dan hoverboard, yang memungkinkan pemain berselancar dengan anggun di atas pasir layaknya meluncur di atas ombak.

Sepanjang perjalanan, pemain akan mengumpulkan Ocean Seeds, artefak mistis yang memiliki kekuatan untuk memanggil kembali lautan dan mengembalikan kehidupan ke dunia gurun tersebut. Saat air mulai mengalir dan lanskap berubah, area baru terbuka untuk dieksplorasi, menghadirkan pengalaman berselancar yang lebih dinamis dan penuh kebebasan.

Selain itu, pemain juga dapat menemukan makhluk kecil bernama Tetra, yang bisa disumbangkan ke vendor untuk membuka berbagai trik baru bagi hoversword. Namun, tidak semua perjalanan berlangsung damai — di beberapa titik, pemain akan berhadapan dengan Leviathan, makhluk raksasa penjaga gurun yang menguji kemampuan pemain menjaga momentum dan kendali di tengah pertarungan yang megah dan penuh gaya.

Perkembangan

Sword of the Sea digarap oleh Giant Squid, studio di balik Abzû dan The Pathless, dengan arahan kreatif dari Matt Nava, sosok yang sebelumnya menjadi direktur seni untuk Journey. Nava kembali mengeksplorasi lanskap gurun—tema yang sudah melekat dalam karyanya—karena masih menyimpan banyak ide yang belum sempat diwujudkan sejak Journey. Seperti karya-karya sebelumnya, game ini sepenuhnya mengandalkan kekuatan visual dan musik untuk bercerita, tanpa satu pun dialog.

Proses pengembangannya dimulai setelah pengumuman resmi pada Mei 2023, dengan perilisan final untuk PlayStation 5 dan Windows pada 19 Agustus 2025. Dari sisi gameplay, Sword of the Sea terinspirasi oleh game snowboarding klasik seperti 1080° Snowboarding, namun diarahkan ke pengalaman eksplorasi yang lebih meditatif ketimbang kompetitif. Tim pengembang mengambil inspirasi dari pengalaman nyata mereka dalam berselancar, snowboarding, dan menyelam, menggambarkan bagaimana olahraga ekstrem bisa menjadi bentuk hubungan spiritual dengan alam melalui perpaduan antara kesadaran dan gerak.

Nava menjelaskan bahwa pemain harus “merasakan ombak” dan menyatu dengan ritme lingkungan alih-alih sekadar menguasainya. Elemen-elemen cepat dan mekanik seperti grind rail ala Sonic the Hedgehog sempat dicoba pada versi awal, namun akhirnya dihapus agar nuansa permainan tetap tenang dan reflektif. Pertemuan dengan Leviathan, makhluk kolosal dalam game, disebut terinspirasi langsung oleh Shadow of the Colossus.

Musik dalam Sword of the Sea digubah oleh Austin Wintory, kolaborator lama Nava, yang sebelumnya juga mengerjakan Journey dan Abzû. Soundtrack-nya menghadirkan perpaduan piano lembut dengan lanskap suara elektronik, diperkuat oleh paduan suara London Voices Choir dan Phoenix Boys Choir. Wintory menggambarkan pendekatannya sebagai “meditasi musikal tentang gerak dan keheningan,” sementara pengaruh dari sutradara Werner Herzog memberi sentuhan spiritual yang unik pada keseluruhan atmosfer game.

Penerimaan

Sword of the Sea mendapat sambutan positif secara luas dari para kritikus, menurut data agregat dari Metacritic. Game ini dipuji karena atmosfernya yang menenangkan, visual yang memesona, serta gameplay-nya yang memadukan keindahan gerak dengan rasa kebebasan eksploratif khas karya Giant Squid.

Chris Tapsell dari Eurogamer menggambarkannya sebagai “perpaduan antara permainan skateboard dan meditasi visual,” menekankan bahwa Sword of the Sea lebih berfokus pada perasaan dan pengalaman ketimbang tantangan mekanis. Ia memuji desain dunianya yang mengundang rasa ingin tahu, penuh dengan area opsional yang mendorong eksplorasi.

Sementara itu, Rachel Watts dari GamesRadar menyebut permainan ini sebagai “perpaduan antara sensasi dan ketenangan,” dengan pujian khusus untuk tempo yang seimbang, arahan seni yang memukau, dan musik karya Austin Wintory yang memperkuat emosi pemain. Ia menilai Sword of the Sea sebagai puncak evolusi perjalanan artistik Giant Squid — menggabungkan keagungan Journey, dinamika The Pathless, dan ketenangan Abzû menjadi satu pengalaman yang utuh dan meditatif.

Sean Martin dari PC Gamer menilai game ini unggul dalam menghadirkan “alur visual yang menawan dari satu tontonan ke tontonan berikutnya,” meski menganggap durasinya agak singkat dan teka-tekinya sederhana. Kyle Hilliard dari Game Informer juga menyoroti pergerakan Wraith yang terasa halus, cepat, dan ekspresif, serta visualnya yang luar biasa detail. Namun, ia menilai bahwa cerita game ini tidak sekuat aspek teknis dan estetisnya.

Secara keseluruhan, Sword of the Sea dipuji sebagai karya yang menutup lingkaran kreativitas Giant Squid dengan penuh elegansi — bukan sekadar sebuah game petualangan, melainkan sebuah pengalaman emosional tentang gerak, kesunyian, dan keindahan yang hidup kembali.

Penutup

Sebagai penutup, Sword of the Sea berdiri sebagai karya yang menegaskan kembali identitas Giant Squid sebagai studio yang mampu menyatukan seni visual, musik, dan pengalaman bermain menjadi satu harmoni emosional. Game ini bukan hanya soal mengendarai hoversword di atas lautan pasir, tetapi juga tentang menemukan kedamaian di antara gerak dan keheningan, antara kehilangan dan kelahiran kembali.

Dengan arahan artistik yang tajam dari Matt Nava dan sentuhan musik mendalam dari Austin Wintory, Sword of the Sea terasa seperti surat cinta bagi perjalanan batin manusia—di mana setiap ombak, setiap lompatan, dan setiap keheningan membawa makna tersendiri. Ini adalah game yang tidak hanya dimainkan, tetapi juga dirasakan, dan meninggalkan jejak lembut yang bertahan lama setelah layar menjadi gelap.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *